Translate

Rabu, 11 Desember 2013

Kisah Mang Bay, Guru SMP dan Dosen Olahraga

Semenjak kuliah dan menetapkan tinggal bersama "wak" atau saudara jauh dari ibu, rutinitasku menunggu di pangkalan angkot tak jauh dari kampus. Ya, akses menuju ke rumah wak dari kampus memang agak susah. Jaraknya sih tak terlalu jauh cuma 7 KM, tapi angkot yang menuju ke arah sana yang susah. Ojek pun tak banyak. Sekalinya adapasti harganya mahal. Iya, disini ojeknyabiasa disebut bentor alias becak motor. Pengalaman naik bentor sih sekali, bayarnya 20 ribu. WOW, hampir 7x lipat dari harga yang harus aku bayar jika naik angkot seperti biasa. Itulah mengapa naik angkot jadi pilihan utama untuk pulang ke rumah wak. Meskipun harus menunggu uama bahkan satu jam di dalam angkot. Gerah, keringatan, panas, lapar, ditambah lagi jika badmood melanda. Lengkaplah  sudah penantian di dalam angkot.

Langit sudah menampakkan kegelapan. Awan hitam mulai merajai langit yang biru muda itu. Memang hari sudah hampir hujan, namun lalu-lalang kendaraan makin sore makin ramai. Tapi padatnya kendaraan tetap saja tak ada yang ke arah sana. Mau tak mau menanti di pangkalan angkotlah saya. Tak berapa lama saya duduk di sana, benar saja hujanpun tiba. Deras tapi tidak berlangsung lama. Duduk sendirian disana, sudah biasa. Toh masih ada bapak-bapak supir angkot yang sebagian besar sudah familiar dengan mukaku. Salah satunya lelaki paruh baya yang biasa dipanggil Mang Bay.

Beliau memang orang yang pertama kali mengantarkan aku, orang tuaku dan barang-barangku ke rumah wak. Waktu itu aku membawa banyak barang, maklum mahasiswa baru. Mulailah dia bertanya padaku tentang guru olahragaku saat di SMP.
"Dulu SMP 1?", tanya Mang Bay.
"Iyo mang.", jawabku.
"Kenal samo Iman, guru SMP 1?"
Sontak ingatanku kembali ke masa-masa saat aku olahraga di SMP. Guru olahraga SMP dulu, Pak Imanudin. Tentu saja aku ingat. Badannya besar, tinggi, putih dan rambutnya beruban. Ternyata Mang Bay dan Pak Iman dulunya adalah teman saat di sekolah olahraga. Selain itu mereka juga memiliki kenangan manis saat bersama. Ya, Pak Iman cuma bisa bahasa daerah kami saat di sekolah itu.

Tidak hanya itu, ternyata Mang Bay juga kenal dengan Ibu Marsiyem. Nama itu familiar di telingaku. Itu kan dosen olahraga saat aku di semester 1 dulu. Ternyata, Ibu Marsiyem adalah kakak kelas Mang Bay. Ibu yang selalu bersemangat saat mengajar, subhanallah. Begitu sempitnya dunia ini. Percaya atau tidak, cerita ini kutulis di dalam angkot. Bejubel dan rempong. Ya, kebanyakan penumpangnya adalah ibu-ibu. Hihihi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anda sopan, kami segan.