Pada dingin yang
mendekap malam gelap ini, aku bertanya siapa yang benar-benar tulus? Haikal
yang sudah bertahun-tahun pergi entah kemana tapi masih menetap di hatiku untuk
jangka waktu yang cukup lama. Ataukah Andi yang sedikit-sedikit mulai mencuri
hatiku?
Akhir-akhir ini, pekerjaan membuat aku dan Andi harus bersama untuk
beberapa waktu. Aku tak mengenal Andi
Septoadi lebih dari sekedar nama. Entah mengapa, dia lebih banyak mengetahui
tentangku. Meski terlihat masih malu-malu, tapi sikapnya menunjukkan perhatian
yang lebih dari sekedar rekan kerja. Andi yang kutahu adalah sosok yang
religius dan aktif dalam kegiatan kemanusiaan. Beberapa kali aku diajaknya
untuk ikut dalam kegiatannya dan selalu kutolak. Bukan tak mau berpartisipasi
dalam kegiatan kemanusiaan, tetapi aku malu bila harus bertemu dengannya. Aku
dan Andi tak pernah saling bicara langsung. Perkenalan pertama kami melalui
media sosial. Aku yang saat itu tahu bahwa Andi adalah rekan sekantorku, maka
kami saling berkenalan lewat dunia maya dengan maksud agar tak dibilang sombong
sekaligus menambah banyak teman di kantor. Maklumlah, saat itu aku adalah
karyawan baru di kantor tersebut. Kami
menjadi sangat akrab di media sosial, bahkan sudah seperti teman lama yang
dipertemukan kembali.
Kami memang satu
kantor, berada di dalam gedung yang sama setiap harinya. Akan tetapi kami
berbeda program. Aku seorang pembaca sekaligus penulis berita yang berada di
studio 3. Sedangkan Andi merupakan produser sebuah variety show di lantai 5 gedung ini. Pria ini sering kulihat saat
makan siang di kantin. Postur tubuh tinggi yang melebihi tinggiku. Hitam manis.
Dari wajah dan namanya aku memprediksikan bahwa dia adalah orang Jawa atau
mungkin keturunan Jawa. Tak sengaja beberapa kali kami berpapasan, aku tak bisa
berkata apapun selain senyum seraya pergi meninggalkannya.
Beberapa saat dia
terlihat manis di media sosial. Pria yang mengibaratkan seorang wanita sepertiku
adalah mentari pagi baginya yang selalu menghangatkan dan membawa keceriaan
baginya. Itu sebuah pertanda bahwa kehadiranku sudah lama di hati Andi. Hal itu
terdengar berlebihan jika mengingat usia perkenalan kami yang masih seumur
jagung, bisa-bisanya Andi mengumpamakan aku seperti mentari pagi. Aku masih
tidak percaya hal itu. Relung hatiku yang masih terbelenggu oleh ketidakpastian
Haikal kala itu, membuatku sulit untuk menerima pria lain.
***
(to be continued)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Anda sopan, kami segan.