Translate

Sabtu, 23 Agustus 2014

Belenggu

Pada dingin yang mendekap malam gelap ini, aku bertanya siapa yang benar-benar tulus? Haikal yang sudah bertahun-tahun pergi entah kemana tapi masih menetap di hatiku untuk jangka waktu yang cukup lama. Ataukah Andi yang sedikit-sedikit mulai mencuri hatiku? 
Akhir-akhir ini, pekerjaan membuat aku dan Andi harus bersama untuk beberapa waktu. Aku tak mengenal Andi Septoadi lebih dari sekedar nama. Entah mengapa, dia lebih banyak mengetahui tentangku. Meski terlihat masih malu-malu, tapi sikapnya menunjukkan perhatian yang lebih dari sekedar rekan kerja. Andi yang kutahu adalah sosok yang religius dan aktif dalam kegiatan kemanusiaan. Beberapa kali aku diajaknya untuk ikut dalam kegiatannya dan selalu kutolak. Bukan tak mau berpartisipasi dalam kegiatan kemanusiaan, tetapi aku malu bila harus bertemu dengannya. Aku dan Andi tak pernah saling bicara langsung. Perkenalan pertama kami melalui media sosial. Aku yang saat itu tahu bahwa Andi adalah rekan sekantorku, maka kami saling berkenalan lewat dunia maya dengan maksud agar tak dibilang sombong sekaligus menambah banyak teman di kantor. Maklumlah, saat itu aku adalah karyawan baru di kantor tersebut.  Kami menjadi sangat akrab di media sosial, bahkan sudah seperti teman lama yang dipertemukan kembali.
Kami memang satu kantor, berada di dalam gedung yang sama setiap harinya. Akan tetapi kami berbeda program. Aku seorang pembaca sekaligus penulis berita yang berada di studio 3. Sedangkan Andi merupakan produser sebuah variety show di lantai 5 gedung ini. Pria ini sering kulihat saat makan siang di kantin. Postur tubuh tinggi yang melebihi tinggiku. Hitam manis. Dari wajah dan namanya aku memprediksikan bahwa dia adalah orang Jawa atau mungkin keturunan Jawa. Tak sengaja beberapa kali kami berpapasan, aku tak bisa berkata apapun selain senyum seraya pergi meninggalkannya.
Beberapa saat dia terlihat manis di media sosial. Pria yang mengibaratkan seorang wanita sepertiku adalah mentari pagi baginya yang selalu menghangatkan dan membawa keceriaan baginya. Itu sebuah pertanda bahwa kehadiranku sudah lama di hati Andi. Hal itu terdengar berlebihan jika mengingat usia perkenalan kami yang masih seumur jagung, bisa-bisanya Andi mengumpamakan aku seperti mentari pagi. Aku masih tidak percaya hal itu. Relung hatiku yang masih terbelenggu oleh ketidakpastian Haikal kala itu, membuatku sulit untuk menerima pria lain.

***
(to be continued)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anda sopan, kami segan.