Translate

Minggu, 30 Desember 2018

Pembual

Sempat memiliki ketertarikan padamu sejak awal melihat di kampus. Tepatnya saat acara pengajian kampus, kau yang memakai kacamata dan aku yang melihatmu seperti Detektif Conan. Saat itu kau bersama temanmu yang tak kalah membuatku penasaran karena keunikannya. Temanmu, seorang pria berbaju putih dengan tas merah selempang. Jarang sekali ya sekarang pria memakai tas selempang. Dan dia adalah kenalan teman sejurusanku. Kau juga jadi kenal baik dengannya, bukan?

Beda jurusan. Tapi mungkin aku cukup terkenal diangkatanku, mahasiswa biasa yang teman-temannya luar biasa. Aku tak ikut BEM, tak ikut organisasi apa pun. Kuliah selesai ku langsung pulang. Orang-orang disekelilingku lah yang melakukan itu. Akhirnya aku juga dapat kenalan.

Entah aku lupa awalnya kita bisa sedekat ini. Tapi yang jelas, aku sering mengejekmu di depan temanku yang dulu kau dekati saat masih menjadi anggota BEM. Lalu kau jarang terlihat berkumpul bersama.

Rupanya kau mengembangkan sayap. Mungkin facebook lah yang menjadi jembatan penghubung pertama kali. Ketika aku mengganti foto profil, kau mulai menekan tanda suka. Sesekali kau berkomentar layaknya kita teman dekat. Lalu mulailah agak berani kau memulai cerita lewat chat. Beberapa akun media sosialku kau ikuti, dan kau kepo.

Aku sempat terbuai saat kau dengan penuh perhatian memberiku kabar setiap hari. Hingga aku sakit saat nyata bagiku kau membonceng wanita lain di depan mataku. Kau bilang dia sudah seperti adikmu. Oh, ya. Hatiku memang hancur saat itu, tapi aku tahu kartumu.

Lalu beberapa saatnya, kau dekati juga temanku yang lain. Bahkan kau rela mengantarkan mangga ke kosannya meski dia sedang menginap. Aku malu rasanya jika harus menceritakanmu kepada sahabatku semasa kuliah. "Sudah lah teh, dia juga mendekati Bunga. Tipe-tipe playboy."

Aku menjaga jarak. Aku mulai marah dengan mengabaikanmu. Membalas dengan singkat pesan-pesanmu atau hanya aku baca saja. Dunia juga tahu, tapi mungkin aku yang tak mau tahu tentang itu. Dia memang tak sebaik yang kukira.

Tiba saat aku yudisium, kau datang membawa setangkai bunga. Kau juga menjadikan fotoku berdua denganmu menjadi foto profil BBM saat itu. Aku terbuai (lagi). Besoknya kau datang lagi dengan membawa setangkai bunga yang lain untukku. Terima kasih, aku senang. Karena saat itu sebenarnya aku sedang menjalin hubungan dengan lelaki lain yang dia pun tak datang di hari besarku itu. Dia sedang di luar kota.

Aku sudah lulus, kau belum. Aku kembali ke kota kelahiranku, kau tetap disana. Aku tinggalkan semua kenangan, tapi kau ikut. Bersama semua kabarmu yang setiap pagi aku temui. Aku harus melupakan kekasihku yang dulu, kau datang sebagai yang baru.

Hingga aku tahu latar belakangmu, Orang Jawa tapi tinggal di Sumatera. Alasan kau menggunakan kacamata? Karena sering main game online. Kau bilang lumayan uangnya dari sana. Keluargamu yang sudah tak utuh lagi, semua kau ceritakan padaku kala itu. Lagi, aku terbuai.

Lama sudah aku tak menggunakan BBM, setahun berlalu kau terus mengintip instastory ku. Sering kau kirim DM. Saat itu kau minta no whatsapp ku. Aku beri.

Tak sengaja di depan orang lain yang beniat menjodohkanku dengan sesama rekan kerja, aku memperkenalkanmu sebagai kekasihku. Untukku menghindari perjodohan itu. Entah apa yang ada di pikiranku saat itu, kau yang menjadi alasanku.

Lalu kita kembali terbuai. Kau yang tak pernah mengaku punya pasangan, dan aku yang selalu percaya meski kemarin lusa aku melihat postingan seorang wanita di instagram mu. Aku terlena dengan kata-katamu. Kau begitu lincah mengombang-ambingkan perasaanku. Hampir setiap hari kau kirim pesan, bahkan lebih dari sebelum kau lulus dan menjadi mahasiswa S2 di Jogja. Kita menjadi dekat, semakin dekat. Aku berani bertanya "kapan kau akan melamar?". Kau bilang masih kuliah, masih banyak yang harus direncanakan. Aku tahu itu jawaban dari lelaki yang belum siap menikah dan belum serius denganku.

Baik. Aku masih menganggapmu orang baik. Entah mengapa, aku tiba-tiba tersadar. Aku mencium aroma perselingkuhan disini, dan apabila itu benar, akulah yang jadi orang ketiganya atau bahkan keempat, kelimanya. Aku tahu tabiatmu dari dulu namun aku terlalu sering kau buat terlena, hingga aku lupa aku ini siapa kau itu siapa. Aku ini dimana, kau pun dimana. Kita beda.

Maafkan aku, jikalau engkau jodohku. Sungguh sulit untukku mengubah kebiasaanmu. Yang sangat baik kepada semua wanita cantik dan manis. Terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anda sopan, kami segan.